Terlahirnya Sarjana Muda
10 Oktober 2018 merupakan hari senyuman manis orang tuaku, bagaimana tidak? aku yang mengenakan toga begitu gagah dan tampan (kata umi : read, panggilan ibuku), saat pemanggilan “Riki Yusaeri, S.Pd” untuk mengambil seberkas ijazah S-1 yang diberikan langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung. Ya, hari itu senang berkali-kali, semua orang tersenyum, semua orang terlihat bahagia, tak ada wajah-wajah sedih berkeliaran di tempat yang sering kami (mahasiswa) sebut tempat asal-mu-asal terciptanya status Mahasiswa, tempat pertama kali mendengar suara lantang yang membuat aliran darah begitu kencang mengalir ke organ-organ tubuh, 2 (dua) kata yang membakar semangat, 2 (dua) kata yang membunuh kemalasan, 2 (dua) kata yang menggoncangkan tempat tersebut, bahkan jika mengutif perkataan Bung Karno, “menggoncangkan dunia”, sambil mengepalkan tangan kanan dan mengangkat ke atas, "HIDUP MAHASISWA".
Serah terima ijazah di Gymnasium UPI |
Aku lahir di Surade, Sukabumi. Jumat, 8 September 1995 dari pasangan ayahanda Apit Khasim dan Ibunda Pupun. Dedi, Eli, Sahud, Elis, Rois, Yusman, adalah nama-nama kakakku sesuai urutan lahir, ya aku bungsu yang dilahirkan dari pasangan romantis tersebut. Sayang, aku belum pernah melihat A Dedi, A Sahud dan A Yusman karena beliau sudah meninggal sebelum aku lahir.
Ada suatu yang tak biasa pada saat kelahiranku, sesuatu yang bisa dikatakan langka yang terjadi pada bayi bahkan manusia umumnya di kampung Sumurbanung tersebut. Pada saat usia sekitar 3-6 bulan, umumnya bayi belum bisa berdiri, hanya tiduran saja, ya aku juga sama, tapi yang jadi anehnya semua orang yang ada di dekat itu mengatakan kenapa tangannya terlihat beda sebelah, hal itupun diperkuat saat Teh Eli merapihkan bajuku yang terlihat lengan kanan lebih besar dari pada yang kiri, ternyata memang benar tangan kananku lebih besar dari yang kiri, sesuatu yang ku ingat dari perkataan umi : dulu ada yang bilang, “Pun, rawat anak ini dengan baik, jangan sampai tangan ini (sambil memegang tangan kananku) digunakan yang gak baik”. Mungkin hal itu yang membuatku gak gampang marah, jujur saja untuk bisa marah itu susah, mungkin bisa jadi kalo sudah marah, tangan ini main. Hikmahya, perkataan orang itu mengingatkan kita bahwa perbanyak perbuatan yang baik seperti menolong dan memberi dan jangan melakukan perbuatan buruk seperti memukul orang selagi ada cara yang lebih baik dan jangan mencuri.
Baca berikutnya :
Akan saya lanjutkan...
BalasHapusSemoga kelanjutannya mengandung unsur motivasi tinggi 😁
BalasHapusSiap, semoga ada hikmahnya, terima kasih sudah membaca 😊
HapusMenanti kelanjutan nya.
BalasHapusSiap, semoga ada hikmahnya, terima kasih sudah membaca 😊
HapusKapan nih lanjutannya di post? ��
BalasHapusakan publish chapter 3 tentang umiku
HapusBagus
BalasHapusterima kasih sobat
Hapusini bukan hanya cerita namun sebuah Dokumentasi perjalanan yg bisa menjadi persaksian bagaimana peran ibunda dan ayahanda dalam setiap perjalanan hidup , selamat ya tulisan ini bisa jadi waeisan bwrharga bagaimana seorang anak berbakti pada orang tua,
BalasHapus